Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746 Tangal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kemudian hari menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono ke I, menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu pemerintahan lokal di Desa Pandak Karangnongko masuk tlatah Sukowati.
Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Paku Buwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintah yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala Bangsawam tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda.
Atas sikap adiknya tersebut Sunan PB II tidak tega kepada adiknya, tapi karena sudah berhutang budi kepada Kompeni, beliau memberi bekal berupa Tombak Pusaka Keraton “Kanjeng Kyai Pleret” dan uang secukupnya.
Karena secara geografis desa Pandak Karangnongko terletak di tepi Jalan Lintas tentara Kompeni Surakarta-Madiun, pusat pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian dipindah ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya serta memperkuat pasukannya dengan bahu membahu bersama saudaranya Raden Mas Said dan Adipati dari Grobogan yaitu KRT Martopuro dan beberapa kerabat yang bersimpati dengan perjuangan Pangeran Mangkubumi.
Pusat Pemerintahan Projo Sukowati yang ada di Desa Gcbang ini pun akhirnya tercium oleh Kompeni Belanda yang bekerja sama dengan Kasunanan dan akan mengadakan penyerangan ke desa Gebang. Pasukan Gabungan antara Kompeni dan Pasukan dari Keraton Surakarta tersebut dipimpin oleh Patih Pringgalaya (Patih dari PB II). Untung rencana tersebut diketahui oleh Petugas Sandi (Intetegent) dan Pangeran Sukowati. Dengan berbagai pertimbangan maka Pusat Pemerintahan akan dipindahkan ke Desa Jekawal.
Pada saat Pangeran Sukowati singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan Polowijo. Pangeran Sukowati merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat tersebut diberi nama “SRAGEN” dari kata “Pasarah Legen” dan Kyai Srenggi diberi sebutan Ki Ageng Srenggi. Setelah pusat Pemerintahan berada di Jekawal maka Raden Mas Said diambil menantu oleh Pangeran Mangkubumi/Pangeran Sukowati dikawinkan dengan putrinya bernama BRA Suminten.
Perlawanan Pasukan Pangeran Sukowati semakin kuat dan karena Kompeni merasa terdesak kemudian membuat siasat memecah belah dengan mangadakan Perjanjian Pelihan Negeri atau terkenal dengan Perjanjian Giyanti Tahun 1755 dimana Kerajaan Mataram dipecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta dengan mengangkat Pangeran Mangkubumi/Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono I.
Pada tangga 17 September 1830, terjadilah perjanjian antara Paku Buwono dengan Hamengku Buwono V, daerah Sukowati masuk wilayah Kasunanan Surakarta dan Gunug Kidul masuk wilayah Kasultanan Jogjakarta.
~ Satu tombak “Kanjeng Kyai Lindu Pawon”
~ Satu Keris “Kanjeng Kyai Nogososro” dan satu keris pusaka milik KRT Kartowiryo sendiri.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktobcr 1840 dengan Surat Keputusan Sunan PB VII yaitu Serat Angger-angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu lintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen
Setelah KRT Kartowiryo wafat, kedudukannya sebagai Bupati Penamping digantikan oleh putra ke V yang nama kecilnya RM Sulomo. Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Resident Surakarta Baron de geer ditambah kekuasaannya yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen dan RM Sulomo yang diangkat menjadi Bupati Gunung Pulisi Sragen dengan nama KRT Sastrodipuro.
KRT Sastropuro menjabat sebagai Bupati Sragen Pertama
KRT Wiryoprodjo (cucu KRT Kartowiryo) menjabat sebagat Bupati Sragen kedua
KMRT Panji Sumonegoro (cucu KRT Wiryodiprodjo) Menjabat Bupati Sragen sejak 1903 s/d 1933 Sunan Paku Buwono ke X dengan Rejkblaad No 23 tahun 1918 Kabupaten Gunung Polisi diubah menjadi Kabupaten Pangreh Projo sebagai daerah otonom yang melaksanakan Hukum dan Pemerintahan.
Bupati Sragen dijabat oleh KRMAA Yudonegoro
Bupati Sragen dijabat oleh KRMT MR. Wongsinagoro.
Bupati Sragen dijabat oleh KRMT Darmonagoro. Setelah Proklamasi tahun 1945 di Sragen ada gerakan Masyarakat yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kasunanan Surakarta dan bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia.keinginan masyarakat itu disalurkan lewat Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Sragen yang terbentuk pada bulan September 1945 dengan susunan sebagai berikut :
Ketua : KMRTP Mangunagoro
Wakil Ketua : Suharni Kusumodirjo (cucu KRT Wiryodiprodjo)
Anggota 25 orang amtara lain :
- S. Mloyo Pranoto
- Indardjo
- Tjipto Pranoto
1. Menyampaikan keinginan Rakyat sragen untuk melepaskan diri dari ikatan Swapraja Kepada Bupati Darmonagoro
2. Bila Darmonagoro bersedia, tetap diminta menjadi Bupati Sragen.
Bupati Darmonagoro tidak bersedia memenuhi permintaan KNI Daerah Sragen dengan alasan :
- Sebagai Abdi Dalem beliau harus tetap setia kepada raja.
- Sikap melepaskan diri itu bertentangan dengan Keputusan Pemerintah Kerajaan
- Maka sebagai jalan tengah Bupati Darmonagoro lebih baik menyingkir ke Solo
- Untuk mengisi kekosongan tersebut dibentuklah Dewan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dan mengusulkan KMRT P Mangunnagoro sebagai Bupati Sragen.
Untuk menyatakan lepas dari ikatan Swapradja diadakan Rapat Umum di Halaman Gedung Kontrolir (Kantor Pemda sekarang) yang dihadiri oleh masa rakyat, organisasi perjuangan dan Lurah Desa seKabupeten Sragen pada tanggal 26 April 1946. dan mulai saat ini Kabupaten Sragen menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.